“Ehm… jam berapa nih?” seruku sambil membuka mata.
“Ya Allah! Jam setengah 5? Duh, telat! Telat! Telat!” seruku dengan sangat terkejut.
Aku mulai beranjak dari tempat tidur dan segera bersiap menuju sekolah. Hari ini aku sungguh bangun kesiangan. Sebagai seorang murid kelas 10, biasanya aku bangun pukul 03.30 WIB. Namun hari ini aku sudah kelewat batas. Ditambah lagi aku harus naik angkot untuk ke sekolah. Akhirnya aku melewati saat sarapanku dan bergegas pergi ke sekolah.
Sesampainya di sekolah, aku sudah hampir terlambat. Teman sebangkuku cukup heran, ketika melihatku datang terlambat.
“Lia! Kok tumben dateng telat?” tanya Leha yang merasa heran.
“Iya, nih! Tadi bangunnya kesiangan,” jawabku singkat.
“Kok bisa? Emang semalem ngapain aja?” Tanya Leha semakin heran.
“Kemaren tuh fokus banget ngerjain Ekomoni sama Bahasa. Sampe-sampe baru tidur jam setengah sebelas,” kataku menjelaskan.
“Huh, sama! Tau gak? Jam 10 tuh aku ke rumah om buat OL. Pulang tuh baru jam 11,” kata Leha.
“Gila! Aku sih, ogah! Lagian kerjaan numpuk banget sih! Mana Bahasa belom di-print. Nanti gak bisa nyantai deh!” kataku menambahkan.
Lalu aku mengeluarkan Flashdisk dan menghampiri Darma.
“Ma, nih, lu kopiin tugas Eko gue. Di situ pakenya nama gue,” kataku sambil memberikan Flashdisk pada Darma.
“Ya, ntar gue pindahin,” kata Darma sambil mengambil Flashdisk itu.
Aku pun kembali ke bangkuku dan duduk di sana. Tiba-tiba Ita memanggilku dari belakang.
“Li, lu ngerjain Eko ga?” Tanya Ita.
“Udah! Dan karenanya, aku bangun kesiangan,” kataku.
“Yah! Elu mah kerajinan! Gue gak ngerjain dong!” kata Ita mengomentari.
“Ih! Kok tumben sih! Biasanya kamu rajin banget deh!” seruku yang sangat terkejut.
“Haha! Iya nih! Kemaren tuh lagi males-malesnya!” jawab Ita.
Tiba-tiba bel berbunyi. Dengan segera, aku mengeluarkan A-Qur’an dan mulai membaca surat Yasiin. Aku tidak membaca sendirian. Teman-temanku pun ikut membaca surat Yasiin.
Seusai membaca surat Yasiin, aku mengajak teman-temanku untuk pergi ke Lab. TIK. Aku menempati tempatku dan mulai menyalakan komputernya. Tiba-tiba aku teringat akan tugas Bahasa Indonesia.
“Tik, tempatmu bisa nge-print gak?” tanyaku pada Tika.
“Bisa, Li! Emang napa?” tanya Tika kembali.
“Itu, nge-print Bahasa,” kataku singkat.
“Nanti aja di koperasi. Sekalian digabungin ama yang laen!” kata Tika.
“Ya udahlah, gak papa! Aku juga mau mindahin data Eko! Soalnya komputerku gak bisa dicolokin Flashidisk,” kataku.
“Ya udahlah!” kata Tika singkat.
Aku langsung meminta Flashdisk-ku yang sedang dipegang Darma. Lalu aku menghampiri komputer Tika dan mulai menyolokkan Flashdisk ke komputer itu. Setelah dicolokkan, aku berusaha membuka data-dataku. Namun, sebelum dibuka, muncul pilihan “Format this Flash Disk?”, yes or no! dan tentu saja aku memilih no. Akhirnya Flashdisk itu tidak terbuka. Aku sangat khawatir. Aku mencoba membukanya berulang kali. Tetapi pilihan tersebut terus saja muncul.
Akhirnya aku tidak jadi memindahkan tugas Ekonomiku ke Flashdisk Darma. Aku pun memberikan Flashdiskku ke Darma. Aku berharap Darma dapat membukanya.
Aku menjadi sangat khawatir jika tidak mengumpulkan tugasku hari ini. Aku sempat merasa putus asa, namun aku terus berusaha berfikir positif.
Akhirnya ketika tiba di kelas, aku menceritakan pengalamanku mengenai Flashdisk yang tidak bisa dibuka ke Leha. Ketika mendengarnya, Leha juga merasa prihatin. Namun ia sama sekali tidak dapat membantu apa-apa.
Tiba-tiba aku memikirkan hal yang sangat menyakitkan. Aku baru ingat, kalau di Flashdisk itu juga terdapat tugas Bahasa. Kalau Flashdisknya tidak dapat dibuka, bagaimana aku bisa mengumpulkan tugasku? Aku menjadi sangat bingung. Ya Allah! Aku sangat memohon bantuanmu!
Kali ini aku menjadi sangat pasrah. Aku merasa sudah tidak memiliki kekuatan untuk memikirkan tugas-tugas tersebut. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan selanjutnya.
Lalu fikiranku buyar ketika Ma’am Ifa masuk. Ia mulai mengajarkan cara mengerjakan latihan-latihan soal dengan cepat. Lalu kami mulai membahas tugas yang sempat diberikan di hari Rabu. Dan setelah diperiksa, aku sangat senang mendengar hasil yang kudapat. Dan ini cukup menghiburku sehingga aku bisa melupakan masalah Flashdisk selama jam pertama pelajaran Bahasa Indonesia.
Kemudian, ketika bel istirahat berbunyi, aku memanggil Ita dan menanyakannya mengenai tugas Bahasa Indonesia.
“Yah! Kalo Flashdiskmu gak bisa dibuka, kita gak bisa ngumpulin hari ini dong!” seru Ita sedikit kecewa.
“Makanya! Aku juga lagi mikirin jalan keluarnya,” kataku bingung.
“Kalo enggak, nanti dicek lagi aja di koperasi!” usul Ita.
“Ya, semoga aja bisa!” seuku menyetujui.
Lalu aku mengeluarkan bekalku dan mulai memakannya. Setelah itu, aku pergi ke Masjid untuk melaksanakan shalat Dhuha. Ketika itu, keadaan Masjid tidak terlalu ramai. Seusai shalat, aku melihat temanku yang sedang asyik memainkan HPnya. Sebagai seorang teman, aku pun menyapanya. Namun ia hanya diam bagai tak mendengar sapaanku.
Aku yang sedikit kecewa, bergegas meninggalkan Masjid dan kembali ke kelas. Setibanya di sana, tiba-tiba saja Darma memanggilku.
“Kenapa?” tanyaku singkat.
“Masa data lu gak bisa dibuka!” seru Darma sambil menyodorkan Flashdisk.
“Ha? Yang bener? Wah! Gawat nih!” seruku yang merasa sangat panik.
“Kok bisa gitu sih, Li!” tanya Fira yang sedang membantu Darma memindahkan data.
“Aku juga bingung! Kemaren tuh waktu di rumah, tuh Flashdisk biasa aja! Tapi pas tadi dicolokin ke komputer lab, jadi gak bisa dibuka,” kataku menjelaskan.
“Dia minta Flashdisk lu buat diformat ya!” kata Darma.
“Iya. Dan semua tugas gue ada di sono. Bisa-bisa gue gak ngumpulin tugas,” kataku.
“Ya udah! Kalo gitu lu bilang aja ke Bu Nun. Mungkin dia ngasih kesempatan ke elu buat ngumpulin hari senin,” kata Darma mengusulkan.
“Ya, semoga aja!” kataku sambil berharap.
Aku terus memikirkan jalan keluar dari permasalahan ini.
“Udah, mending kamu bilang dulu ke Bu Nun. Dia pasti ngertiin kamu kok!” kata Leha.
“Iya sih! Tapi susah juga kalo bilang ke Bu Nun,” kataku sedikit khawatir. “Apa aku pulang aja! Nanti aku ambil data yang baru,”
“ Ih, gila! Pasti bakal makan banyak waktu,” kata Leha.
“Ya… naik motor lah! Abisan HPku ketinggalan. Jadi gak bisa minta tolong adek!” tambahku. “Oh iya! Val, jatah bensin gue masih ada kan! Gue butuh nih!” kataku pada Noval.
“Lu mau? Sedot aja bensinnya,” kata Noval mengejekku.
“Ih, gue serius nih! Gue harus ngambil data ke rumah. Ntar kalo naik angkot, gak bakal keburu,” kataku.
“Ya, ntar gue pinjemin,” kata Noval. Aku sedikit lega setelah mendengar perkataan Noval.
Lalu aku melewati jam terakhir tanpa melakukan sesuatu.
“Kok gurunya gak dateng-dateng sih!” seruku heran.
“Iya nih! Aku bingung mau ngapain,” tambah Leha.
“Oh iya! Apa aku baca buku aja di perpustakaan?” tanyaku pada diriku sendiri. “yah, tapi kan gak bawa kartu perpustakaan,” tambahku. “kamu bawa kartu perpus gak?”
“Bawa! Tapi udah lecek banget!” kata Leha.
“Gak apa deh! Aku mau minjem,” kataku.
Aku mulai beranjak dari kursiku. Dan ketika membuka pintu kelas, aku langsung diajak masuk oleh guruku. Aku sangat terkejut. Aku merasa guruku telah mendengar niatanku untuk pergi ke perpustakaan. Namun aku merasa lega, karena aku belum sempat ke perpustakaan.
Akhirnya aku mengerjakan tugas yang diberikan oleh guruku. Seusai bel berbunyi, aku langsung membereskan bawaanku dan meminta kunci yang telah dijanjikan Noval.
“Yah, kunci gua ilang,” katanya.
“Hah? Jangan bercanda deh! Ini keadaan gawat!” kataku yang sangat terkejut.
“Yee… beneran! Gue gak bohong. Lu pake motor Bagas aja!” kata Noval sambil memberikan kunci motor Bagas.
“Tapi, bensin gua udah mau abis,” kata Bagas memberitahu.
“Tenang aja, Gas! Nanti tangki lu diisi penuh ama Lia,” kata Noval pada Bagas.
“Aduh! Gue tuh minjem motor lu karena kocek gue lagi kosong,” kataku pada Noval.
“Oh! Tapi beneran! Kunci motor gue ilang. Cuma ada gantungannya doang tuh!” kata Noval sambil memperlihatkan gantungan kunci motornya.
Aku yang merasa tidak bisa membuang waktu, langsung bergegas pulang. Aku berpesan pada Ita agar menunggu tugasku untuk di-print.
Ketika menyeberang, ternyata jalanan macet sekali. Aku menjadi sangat putus asa. Lalu aku menaiki angkot 02. Aku mencoba mengecek jumlah uangku yang tersisa. Ternyata uangku masih tersisa 12.000 rupiah. Aku merasa sangat tertolong dan akhirnya turun di stasiun untuk naik ojek.
Sesampainya di rumah, aku langsung memindahkan dataku ke Flashdisk yang baru. Dan tak lupa, aku membawa HP yang tertinggal.
Aku meminta untuk diantarkan oleh tetanggaku. Untungnya, ia mau mengantarkanku. Tetapi aku sedikit khawatir, karena waktu shalat Jumat tinggal 30 menit. Aku takut tetanggaku tidak sempat shalat Jumat.
Akhirnya aku memutuskan untuk diantar sampai stasiun. Kemudian aku langsung menaiki angkota yang sampai ke sekolahku.
Aku berharap Ita dan Tika masih menungguku di koperasi. Namun ternyata, mereka tidak ada di sana. Aku menjadi sangat khawatir. Lalu aku berusaha menelfon Ita dan ia menyuruhku untuk naik ke kelas. Aku langsung menghampiri mereka di kelas.
“Li, tau gak! Tadi kan ngedit tugas Bahasa. Tiba-tiba komputernya nge-hang. Editan itu belom sempet di-save,” kata Ita.
“Yah! Kok bisa?” seruku terkejut.
“Manakutahu! Akhirnya kan komputernya di-restart, eh tau-tau datanya ilang. Kopian yang ada di desktop juga ilang. Akhirnya gue males nge-print deh!” kata Ita menjelaskan.
“Yah! Trus ngumpulin tugasnya kapan?” tanyaku.
“Palingan senen!” kata Ita.
Mendengarnya, aku langsung merasa tidak berdaya. Aku yang ketika itu merasa sangat lelah dan haus, langsung pergi ke kantin untuk membeli minum.
Lalu aku mencari-cari keberadaan Darma. Namun tidak ada orang yang mengetahui keberadaannya. Aku yakin dia belum ke Masjid, karena waktu belum menunjukkan saat shalat Jumat.
Akhirnya aku kembali ke kelas dan menunggu hingga Darma dating ke kelas. Seusai shalat Jumat, aku pergi ke koridor untuk melihat-lihat keberadaan Darma. Tiba-tiba Leha menghampiriku.
“Nungguin siapa?” tanya Leha singkat.
“Nunggu Darma! Aku mau ngasih tugas Eko ke dia,” kataku.
“Emang dia bakal balik?” tanya Leha.
“Ya, kan dia remed, secara pasti dia bakal balik nuat remed,” kataku.
“Oh, ya udah! Kalo gitu aku tinggal sebentar ya!” kata Leha.
Akhirnya aku menunggu hingga Darma datang. Lalu ketika ia datang, aku meminjam laptop Bagas untuk memindahkan tugas Ekonomi ke Flashdisk Darma. Ketika, Flashdisk Darma dipasangkan ke laptop Bagas, aku menjadi terkejut.
“Lho! Kok Flashdisknya kosong?” tanyaku.
“Iya, ya! Coba gue buka,” kata Bagas menanggapi perkataanku.
“Lho! Kok isinya Shortcut semua?” seruku dengan sangat terkejut.
“Wah! Kena virus nih Flashdisk,” ujar Bagas. “Ma, kok Flashdisk lu kosong sih! Datanya shortcut semua!” seru Bagas pada Darma.
“Yah! Kali dah!” kata Darma terkejut. Lalu ia menghampiri Bagas dan melihat datanya. “Wa, iya! Yah, kok bisa gini?” serunya.
“Yah! Data anak-anak ilang dah!” ungkapku.
“Berarti gue harus mintain lagi dong!” kata Darma.
“Lagian tadi lu pake laptopnya siapa?” tanya Bagas.
“Laptopnya Evi,” jawab Darma singkat.
“Yah! Udah dah! Laptop Evi mah parah! Kemaren aja si Noval ngambil data dari laptop dia. Eh, pas dipindahin ke laptopnya dia, laptopnya langsung ancur,” kata Bagas.
“Ha? Ancur? Rusak total?” seruku terkejut.
“Iya! Dan ampe sekarang kagak bener-bener,” ujar Bagas.
“Ya, berarti mau gak mau lu harus mintain data ke anak-anak lagi,” kataku pada Darma.
“Gila! Wah, parah banget nih! Ah, gue jadi ogah dah!” kata Darma.
Lalu aku merenungi kejadian siang ini. Aku sedikit kecewa, karena usahaku untuk mengambil data di rumah menjadi sia-sia. Aku yang mondar-mandir dari rumah ke sekolah, lalu kembali ke rumah dan ke asekolah lagi tidaklah berbuah apa-apa. Pada akhirnya tugas-tugas itu dikumpulkan pada hari senin. Ya Allah! Semoga aku mendapatkan hikmah di balik semua ini. Amin…
No comments:
Post a Comment