Sunday, May 15, 2011

Mate

Mayu Hinamori, itulah namaku. Aku adalah murid SMA Fukuriyu kelas X-1. Hari ini merupakan hari pertama dimulainya semester kedua. Ya… walaupun hanya mendapat peringkat lima, itu cukup memuaskan bagiku. Dan seperti biasa, di kelas, aku duduk dengan Yuka, Yuka Mikaku, yang menduduki peringkat 4. Aku harap di semester 2 ini, aku dapat mengalahkannya.
     “Mayu! Pagi!” sapa Angel. “Pagi… kok tumben dateng pagi,” sapaku. “Iya dong! Masih semangat nih! Baru hari pertama sih!” kata Angel. Angel Flint, temanku yang cerewet. Dia cukup sering datang terlambat. Walau begitu, peringkatnya tidak terlalu buruk. Dia berhasil menduduki peringkat 9. Ya… terkadang aku kesal jika harus mendengarkan ceramahnya. Ketika dia mengeluarkan sebuah topik, bisa-bisa dia berbicara hingga pelajaran usai.
     “Oya, kemana perginya Yuka?” tanya Angel. “Biasa lah! Dia ada meeting sama OSIS,” kataku. “Dia aja ikut OSIS tetep dapat rangking 4. Gimana kalau dia fokus ke pelajaran!” kata Angel sambil duduk di bangku tepat di depanku.
     “Ya, benar sekali! Tapi Cintya keren banget. Dia bisa dapet rangking 1 tanpa harus capek belajar. Pasti kalo ditayain cara belajar, dia jawabnya gak pernah belajar. Dia pasti bilangnya kalau di rumah kerjanya tidur dan main.” Pujiku.  “Ya, itu benar banget. Coba aja aku bisa jadi kayak dia,” kata Angel.
     Tak lama, bel masuk berbunyi. Yuka datang dan langsung duduk di sebelahku. Diikuti dengan itu, Pak Joy, wali kelas X-1, datang dengan membawa daftar absennya. “Selamat pagi anak-anak!” seru Pak Joy. “Pagi ,Pak!” jawab anak-anak dengan bersemangat.
     “Hari ini adalah hari pertama kita memasuki semester 2. Bapak harap perjuangan kalian akan semakin besar,” kata Pak Joy. “Iya ,Pak!” seru anak-anak. “Dan berhubung memasuki semester 2, Bapak akan merevisi ulang tempat duduk kalian,” kata Pak Joy.
     “Yah ,Pak! Kok dipindah?” kata Sabi memrotes. “Ini agar kalian mendapat pengalaman baru. Yang menentukan bukanlah Bapak, melainkan tangan kalian sendiri,” kata Pak Joy.
     “Maksudnya?” tanya Suki. “Nanti kalian satu persatu akan Bapak panggil sesuai absen. Dan kalian akan mengambil sebuah gulungan. Setelah itu bapak akan mencatat nomor yang kalian dapat. Dan kalian dipersilakan duduk di tempat duduk yang kalian dapat,” kata Pak Joy menjelaskan dengan rinci.
     Akhirnya Pak Joy memanggil kami berdasarkan absen. Hingga akhirnya giliranku tiba. Aku langsung ke depan kelas dan mengambil nomor undianku. Aku harap aku dapat tetap duduk dengan Yuka, atau kalau tidak, dengan Angel. Dan setelah aku membukanya, ternyata aku mendapatkan nomor urut 13. Aku pun melaporkannya pada Pak Joy dan kembali ke mejaku. Aku menunggu hingga urutan terakhir mendapatkan giliran. Lalu Pak Joy mempersilakan seluruh siswa untuk menempati tempat yang mereka dapat.
     Aku pun pergi ke bangku nomor 13. Tepatnya itu ada di baris ke dua kelompok dua. Aku duduk di sana dan menanti teman sebangkuku. Dan tiba-tiba saja datang seorang lelaki tinggi, dengan hidung mancung dan cukup tampan. Tidak lain dia adalah Shin. Shin Suji adalah anak yang mendapat peringkat kedua di kelasku. Semua gadis menggemarinya karena tampangnya yang kebarat-baratan. Tetapi aku justru menganggapnya sebagai saingan, karena dia mendapat peringkat dua. Padahal jumlah nilainya sama dengan Chintya.Tapi karena absennya di bawah Chintya, maka dia hanya menduduki peringkat kedua.
     Tiba-tiba Shin duduk di sebelahku, tepatnya nomor 14. “Hey! Kok kamu duduk di sini?” seruku. “Lho! Bukannya ini nomor urut 14,” kata Shin sambil menunjuk bangkunya.
     “Jangan bilang kamu duduk di sebelahku,” kataku. “Lho! Memang aku dapat nomor 14. Jadi mau gimana lagi,” kata Shin.
     Astaga! Mengapa jadi begini? Kok aku malah duduk sama Shin? Dia itu kan rivalku. Kenapa aku harus dapet nomor 13? Ah, dasar! Sial sekali aku hari ini. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kami pun tidak saling berbicara. Dia hanya diam seribu bahasa. Aku pun tidak bisa menyapanya begitu saja. Sebel! Sebel! Sebel! Kenapa aku mengalami hal seperti ini?
Akhirnya jam istirahat tiba. Bel berbunyi dengan suara dentangan yang keras. “Akhirnya! Istirahat juga!” gumamku.
     “Mayu, kau bawa bekal tidak?” tanya Yuka sembari berjalan menghampiri mejaku. “Bawa! Eh, kamu duduk di mana?” tanyaku.
     “Itu, dua bangku di belakangmu. Sama Angel lagi!” kata Yuka. “Ha? Ih, curang kalian!” seruku dengan sedikit kesal.
     “Ye… malah nyalahin! Kamu aja kali yang gak beruntung,” kata Yuka sambil duduk di bangku nomor 12. “Iya deh! Yang lagi beruntung! Sedangkan hari ini aku sial banget duduk sebangku sama Shin,” kataku sambil menghadap Yuka.
     “Jadi kamu sebel duduk sama aku, minta pindah aja!” kata Shin secara tiba-tiba sambil membaca buku.
     Mendengar perkataan Shin, aku menjadi sangat terkejut. “Oh, jadi kamu juga gak mau duduk sama aku. Ya udah! Kamu bilang ke Pak Joy gih!” kataku dengan ketus.
     “Kenapa aku? Kan yang benar-benar menginginkannya adalah kamu,” kata Shin. Ih, nyebelin banget sih ni orang. Pengen nabok rasanya. “Udah! Udah! Ngapain sih mikirin itu. Daripada Pak Joy marah, mendingan kalian akur aja!” kata Yuka meredamkan perdebatan.
     “Akur? Sama dia? Gak bakal,” kataku ketus. Aku langsung pergi ke meja Angel. Sedangkan Yuka mengikutiku dari belakang sambil membawa bekalku.
     “Ada apa sih? Kok kusut begitu,” tanya Angel padaku. Namun aku tidak ingin menjawabnya. Lalu Yuka menjawab, “Dia abis berantem sama Shin,”. “Shin? Jangan bilang kamu duduk sama dia,” kata Angel dengan terkejut.
     “Iya, aku kesel banget duduk sama dia,” kataku spontan. “Astaga Mayu! Gimana bisa kamu kesal sama dia? Dia itu kan pinter, baik, keren lagi,” kata Angel menasehati.
     “Baik? Baik apanya?” kataku ketus. “Tunggu! Angel, tadi kamu bilang Shin keren? Jangan bilang kamu naksir dia,” kata Yuka.
     Ketika itu, aku melihat Angel terdiam. Dia tidak mengatakan sesuatu. “Angel, jawab!” kataku sedikit memaksa. “Em… bisa dibilang!” kata Angel. “Serius?” seru aku dan Yuka bersamaan. “Shht! Jangan keras-keras,” kata Angel.
     “Oh My Gosh! Gila kamu ,Gel! Kok bisa-bisanya suka sama cowok kayak gitu,” kataku.
      “Cowok kayak gitu? Apa maksudnya?” tanya Angel. “Ih, dia itu hanya casingnya aja yang bagus. Perilakunya mah jauh dari layak,” kataku dengan ekspresi meremehkan.
     “Ah, masa sih?” kata Angel.
     “Gak usah percaya. Itu mah Mayunya aja  yang lagi sebel gara-gara duduk sama Shin,” kata Yuka membela.
     “Ye… beneran kok!” kataku. “Lagian kok kamu sebel duduk sama Shin. Dia itu kan cowok idaman semua wanita,” kata Angel.
     “Kata siapa? Buktinya aku gak suka sama dia,” kataku membela diri. “Itu sih kamunya aja yang aneh!” kata Yuka.
     “Yuka? Jangan-jangan kamu juga naksir!” kataku. “Naksir sih nggak. Hanya saja, apa yang dibilang Angel itu benar. Mana ada cewek yang nolak kalo dijodohin sama dia. Hanya orang bodoh yang menolaknya,” kata Yuka.
     “Ih! Kok semua pada ngomong gitu sih? Nyebelin deh! Udah ah! Mendingan aku makan,” kataku sambil mengambil bekalku yang sedang dipegang Yuka.
     Aku langsung melanjutkan makananku dan mengubah topik pembicaraan. Tak lama, bel berbunyi dan seluruh siswa kembali ke kursinya masing-masing. Aku merasa sangat bosan. Sepertinya dia itu bicara hanya untuk membuatku marah. Aku pun melewati hari itu di sekolah dengan jengkel. Dan ketika sampai di rumah, aku langsung masuk tanpa mengucapkan salam. Mama yang melihatnya, langsung menegurku.
     “Sayang! Kok gak ngucapin salam?” seru mama. Aku hanya terdiam. “Kamu kenapa sih? Kok suntuk banget?” tanya mama sambil menghampiriku dan duduk di sebelahku.
      “Aku lagi sebel,” jawabku dengan ketus. “Sebel kenapa?” tanya mama perlahan.
     “Tadi di sekolah ada pergantian tempat duduk, eh… aku malah duduk sama cowok,” jawabku. “Lho! Bagus dong! Berarti kamu punya pengalaman juga sama cowok,” kata mama.
     “Bukan itu masalahnya! Cowok ini tuh sama sekali gak ngomong. Dari tadi, dia tuh diem aja! Siapa coba yang gak kesel?” jawabku.
     “Ya udah! Sekarang kamu masuk, mandi, trus makan,” kata mama sambil mengelusku.
     Tanpa fikir panjang, aku meninggalkan mama dan pergi ke kamar. Kemudian aku menanggalkan tas dan pakaianku. Aku langsung pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhku. Setelah itu, aku turun dan menyantap makananku. Seusai makan, tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu. Setelah pintu kubuka, ternyata yang datang adalah Yuka dan Angel.
     “Hey! Kalian tumben datang kemari. Ayo masuk!” ajakku. Kami masuk ke dalam dan pergi ke kamarku.
     “Ada apa?” tanyaku. “Tadi aku ketemu Angel, katanya dia mau ke sini. Jadi aku temenin deh!” kata Yuka.
     “Memang Angel ke sini mau apa?” tanyaku dengan serius.
     “Hm… gimana ya…! Tadi aku udah cerita sedikit sih ke Yuka,” kata Angel memulai pembicaraan. “Sebenernya Angel pingin minta tolong sama kamu,” kata Yuka.
     “Minta tolong soal apa?” tanyaku dengan cermat. “Tapi sebelumnya, aku mohon jangan bilang siapa-siapa,” kata Angel.
     “Iya, iya! Cerita deh!” kataku berjanji.
     “Aku…Aku… Ah! Yuka aja deh yang ngomong. Aku malu,”
     “Lah! Kok aku?” seru Yuka terkejut. “Ayolah! Ya, ya!” pinta  Angel.
     “Oke, aku ceritain. Sebenernya Angel ingin minta tolong ke kamu buat bantuin cari tau mengenai Shin,” kata Yuka menjelaskan.
     “Ha? Kok aku?” seruku.
     “Please! Aku mohon dengan sangat,” kata Angel.
     “Ya… tapi kenapa aku? Kenapa gak kamu aja?” kataku. “Secara, kamu kan duduk sama dia. Berarti kamu bisa ngobrol sama dia,” kata Angel.
     “Angel, memang aku duduk sebangku sama Shin. Tapi kami tuh gak pernah ngobrol,” kataku membela diri.
     “Yuka, bantuin dong!” pinta Angel.
     “Bantuin apa? Itu kan masalahmu!” kata Yuka sedikit tak peduli.
     “Ayo dong! Tolongin aku! Tolong paksa Mayu!” kata Angel memohon.
     Aku tak tega melihat Angel memohon seperti itu kepadaku. Dan memang. Selama di SMA, dia belum pernah menyukai seseorang. Aku sangat bingung. Aku harus menolong Angel. Tapi aku tidak bisa bicara dengan Shin.
     “Oke deh! Aku bantuin” kataku dengan sedikit rasa berat hati.
     “Yey! Makasih ya, Mayu! Makasih banget!” ucap Angel sambil memelukku.
     “Tapi kalo gak berhasil, jangan salahin aku ya!” kataku minder.
     “Ya, gak masalah!” jawab Angel.
     Ya… walaupun aku terpaksa, mau gak mau aku harus nolongin Angel. Tapi sekarang yang jadi masalah, gimana caranya aku ngomong sama Shin. Nanti yang ada aku malah dijelek-jelekin lagi. Aduh…! Pusing! Pusing! Pusing!
     “Lho! Kamu kenapa ,May? Kok pegang-pegang kepala?” tanya Yuka.
     “Ah! Oh… gak, nggak kenapa-kenapa,” jawabku.
     “Kamu pusing ya, mikirin aku!” kata Angel.
     “Ha? Nggak kok! Asal tuduh deh! Mendingan sekarang kita ngapain nih?”  tanyaku mengalihkan pembicaraan.
     “Kerjain PR Fisika. Aku gak ngerti!” pinta Angel.
     “Untung aku bawa PR Fisika,” tambah Yuka.
     Akhirnya, sore itu kami mengerjakan PR bersama-sama. Aku sangat senang dapat membantu temanku yang sedang dalam kesulitan. Dan memang, Angel kurang pandai pada pelajaran Fisika. Kalau Yuka pada pelajaran Kimia. Sedangkan aku Biologi.
Keesokan harinya, karena cuaca mendung, aku terpaksa berangkat lebih awal. Aku tiba di sekolah pukul 05.50. Ternyata di kelas telah ada Shin. Dia duduk di kursinya dan mengerjakan sesuatu. Aku menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Tepatnya di kursiku. Aku membuka buku Biologi dan membacanya sedikit. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh sentuhan sebuah tangan di pundakku. Ketika aku menoleh, ternyata Shin yang menyentuh.
     “Ada apa?” tanyaku.
     “Aku ingin tanya cara nomor 7,” tanya Shin. “Apa kau tahu?”
     “Coba kulihat,” kataku sambil mengambil kertas yang digenggamnya. “Oh… ini pakai rumus kedua,”
     “Oke! Thanks!” kata Shin.
Aku terkejut. Kok Shin mau bertanya padaku! Aku berfikir jika Shin akan bicara ketika dia kesulitan dan ingin mengejekku. Menyebalkan sekali anak ini. Karena sedikit kesal, aku memberanikan diri bertanya kepada Shin.
     “Kok kamu mau nanya sama aku? Selama ini kan kamu ngomong ke aku ketika kamu ngejek aku,” kataku dengan kerutan di dahi.
     “Oh! Maafin aku soal itu deh! Kemarin, aku sebel ketika tahu duduk sama kamu,”  kata Shin.
     “Jadi kamu sebel sama aku?” kataku menduga. Seketika itu, aku menutup buku Biologiku.
     “Bukan begitu! Aku sebel kalau duduk sama cewek,” kata Shin.
     “Ha? Kenapa?” seruku terkejut.
     “Soalnya, aku pernah 2 kali duduk sama cewek. Dan mereka bukannya belajar malah deketin aku,” kata Shin. “Aku kan jadi sebel,”
     “Ya… mungkin mereka suka sama kamu,” kataku spontan.
     “Memang sih! Banyak cewek yang bilang kalau aku itu tampan. Tapi aku sebel sama cewek yang deketin aku tanpa ngeliat perasaanku,” kat Shin.
     “Iya sih! Benar juga! Trus sekarang kenapa kamu mau ngomong sama aku?” tanyaku perlahan.
     “Karena kalau aku lihat, kamu adalah cewek baik-baik,” kata Shin.
     “Oya? Bagus dong!” jawabku.
     Aku tidak menyangka kalau Shin memiliki pengalaman mengerikan terhadap wanita. Ya… kalau aku jadi dia, mungkin aku bisa marah besar. Tapi ternyata dia masih menahan amarahnya untuk kepentingan bersama.
     “Trus, sekarang ada orang yang kamu suka gak?” tanyaku penasaran.
     “Kok nanya begituan?” tanya Shin sambil menghentikan tulisannya.
     “Ya… kan kamu pernah trauma dengan yang namanya cewek, mungkin saja kamu gak pernah suka seseorang,” kataku.
     “Sejauh ini sih belum,” kata Shin. “Yah… padahal kan ada yang suka kamu,” kataku spontan.
     “Ha? Maksudmu?” tanya Shin terkejut.
Astaga! Aku hampir saja keceplosan. Untung aku belum mengatakan namanya.
     “Ha? Memang tadi aku ngomong apa?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. “Kamu bilang ada yang suka sama aku kan!” kata Shin. “Siapa?”
     “Ah, salah denger kali!” kataku mengelak.
     “Masa sih? Trus tadi kamu ngomong apa?” tanya Shin.
Aku menjadi bingung harus berkata apa. “Aku cuma bilang kalau kau harus berhati-hati dengan wanita,” kataku.
     “Masa sih?” kata Shin sambil memunculkan kerutan di kening.
     “Yee… gak percaya!” kataku berusaha meyakinkan.
     “Gawat dong! Tenyata pendengaranku mulai memburuk,” kata Shin sambil menggerakan kepalanya.
     Aku pun memasukan buku Biologiku dan mengeluarkan bekalku.
     “Kamu makan lagi?” seru Shin.
     “Lagi? Enak aja! Ini tuh sarapanku,” kataku.
     “Sarapan? Sarapan kedua?” kata Shin menyidir.
     “Eit! Ngomong seenaknya aja!” kataku.
     “Emang benar kan!” kata Shin.
     “Iih! Apaan sih!” kataku sambil mendorong-dorong tubuh Shin.
     Tiba-tiba aku mendengar sebuah suara dari pintu kelas. Suara itu terdengar seperti sebutan namaku. Aku langsung menoleh ke tempat suara itu berasal. Dan di sana, aku melihat Angel yang sedang berdiri tegap.
     “Angel? Kamu sudah dateng?” kataku spontan.
     Tiba-tiba saja Angel melepaskan genggamannya dan menjatuhkan tas bekalnya. Lalu I mulai berlari meninggalkan kelas. Aku menjadi bingung dan heran. Sebenarnya apa yang telah terjadi dengan Angel.
      Tanpa berfikir panjang, aku langsung mengejar Angel. Aku keluar dari kelas dan menyusulnya. Ternyata dia sedang berdiri di koridor tangga. Dia menatap keluar jendela sambil mengeluarkan air mata. Aku mulai menghampiri Angel dengan perlahan.
     “Angel? Kamu kenapa nangis?” tanyaku perlahan sambil menyentuh pundak Angel.
     Tiba-tiba Angel melepaskan sentuhanku. Aku menjadi terkejut. Ada apa sebenarnya dengan Angel.
     “Gel, kamu kenapa? Marah sama aku?” tanyaku. “Memang apa salahku?”
     “Kok kamu gitu sih? Kamu kan tau kalau aku suka sama Shin. Kok kamu malah deketin dia,” kata Angel sambil menatapku dengan tajam.
     “Kamu ngomong apa sih?” tanyaku bingung. “Deketin? Siapa yang deketin?”
     “Nah, trus yang tadi kamu lakukan sama Shin apaan?” kata Angel sambil membuang muka.
     “Angel, jadi kamu ngomongin soal tadi?” kataku. Lalu aku mulai tertawa. “Astaga! Angel! Angel! Kamu ada-ada aja deh! Tadi tuh aku lagi berdebat sama dia,” tambahku.
     “Bohong!” kata Angel ketus.
     “Percaya deh! Aku gak bohong!” kataku sambil mengangkat tanganku dan membuka jari telunjuk juga jari tengah.
     “Trus kenapa tadi kamu ketawa-ketawa?” kata Angel sambil menatapku.
     “Oh… emang yang lagi aku debatin temanya lucu!” kataku. “Lagian mana mungkin aku mengkhianati temanku sendiri,” kataku. Angel terdiam.
     “Kamu masih gak percaya sama aku?” kataku. “Ya udah! Kalo gitu sekarang kamu ikut aku ke kelas dan bicarain ini baik-baik dengan Shin,”
     “Eh! Enak aja! Oke! Oke! Aku percaya,” kata Angel yang mulai luluh.
     “Nah! Gitu dong! Sekarang kamu hapus air mata kamu dan kita pergi ke kelas,” kataku.
     Kemudian Angel menghapus air matanya dan pergi ke kelas bersamaku. Kami pun melewati hari itu tanpa mengungkit-ungkit kejadian tadi.
     Aku merasa mulai akur dengan Shin. Aku pun menggunakan kesempatan itu untuk mencari tahu mengenai dirinya. Setelah itu aku memberitahukannya pada Angel.
     Hari demi hari kulalui. Lambat laun aku mulai dekat dengan Shin. Lalu suatu hari, Angel memintaku untuk menanyakan orang yang Shin sukai. Aku sedikit malu mengatakannya. Namun untuk kepentingan Angel, apapun akan aku lakukan.
     Ketika jam istirahat, aku memberanikan diri bertanya pada Shin. “Shin, aku mau nanya sesuatu nih!” kataku.
     “Tanya apa?” tanya Shin.
     “Tapi jangan marah ya!” kataku. “Iya! Memang apa sih?” tanya Shin dengan nada penasaran.
     “Hm… sebenernya ada gak sih orang yang kamu suka?” kataku perlahan. “Ya… kamu kan banyak yang nyukain, masa kamu gak menyukai seseorang!”
     “Hm… gimana ya? Sebenernya sih ini pribadi. Tapi berhubung kamu temen sebangkuku, aku akan memberitahukan kepadamu,” kata Shin. “Ada seseorang yang aku sukai. Deket banget sama aku. Tapi…”
     “Tapi apa?” tanyaku penasaran.
     “Dia gak ada di sekolah ini,” kata Shin.
     “Oh…! Kirain apa!” kataku.
     Setelah mendapatkan informasi itu, aku berusaha untuk memberitahukan ini pada Angel. Tapi aku tidak bisa melihat Angel menderita. Aku pun memberanikan diri. Hari itu juga, aku mengajak Angel dan Yuka ke rumahku. Aku memberitahukan pernyataan Shin pada mereka. Aku melihat Angel menjadi pasrah. Tapi, Angel malah mengucapkan terima kasih kepadaku. Ia berkata bahwa ia senang mengetahui kebenaran mengenai Shin.
     Angel mulai melupakan Shin. Seminggu kemudian, ia berhasil melupakan Shin. Dan dua hari kemudian, seorang laki-laki dari kelas X-5 menembak Angel. Dan ketika itu juga, Angel menerimanya. Angel mulai menyukainya dan mereka menjadi pasangan yang serasi.
Sebulan setelahnya, aku mendapat tugas kelompok Biologi. Tugas itu dikerjakan bersama dengan teman sebangku. Untuk itu, aku mengerjakannya di rumah Shin.
      Kemudian ketika berjalan di dalam komplek, menuju rumah Shin, kami bertemu dengan seorang gadis belia. Parasnya terlihat cantik sekali. Lalu shin menyuruhku berhenti sebentar. Dan dia pergi menghampiri gadis itu. Dan setibanya di sana, Shin menyapanya dan mengelus rambutnya.
     Aku sangat terkejut. Apa aku tidak salah lihat? Biasanya kan seorang lelaki yang mengelus rambut wanita berarti memiliki hubungan spesial. Jangan-jangan gadis ini adalah gadis yang dimaksud Shin.
     Dan tiba-tiba, Shin mengecup kening gadis itu. Ketika itu, hatiku berdebar kencang. Dadaku mulai terasa sakit. Oh tidak! Apa yang tengah aku rasakan?
Tiba-tiba Shin melambaikan tangan dan gadis itu pergi. Gadis itu melewatiku tanpa berkata apa-apa. Dan Shin memanggilku untuk menghampirinya. Aku pun menurutinya dan menghampiri Shin.
     Lalu Shin membawaku pergi ke rumahnya. Setibanya di sana, aku langsung dituntun ke kamanya. Kami langsung mengerjakan tugas Biologi. Tak lama, datanglah seorang wanita sambil membawakan minuman. Ternyata wanita itu adalah gadis tadi. Aku terkejut. Jangan-jangan Shin tinggal serumah dengannya. OH MY GOD!
     “Silakan diminum jusnya,” kata gadis itu dengan ramah. “Terima kasih ya!” kata Shin sambil tersenyum. “Sama-sama,” kata gadis itu dan langsung meninggalkan kami.
     “Diminum dulu jusnya!” kata Shin sambil menyodorkan segelas ke hadapanku.
     “Terima kasih!” jawabku. “Lho! Shin, kok pacarmu ada di rumahmu?”
     “Pacar? Pacar apaan?” tanya Shin.
     “Yang barusan,” kataku memperjelas.
     Shin terdiam dan ia mulai memincingkan bibirnya. Lalu ia mulai tertawa.
     “Kok malah ketawa sih?” tanyaku heran.
     “Habis kamu aneh banget!” kata Shin.
     “Aneh apanya? Dia itu kan cewek yang kamu sukain itu kan!” kataku.
     “Kamu ngarang deh! Dia bukan cewek yang aku sukain. Dia itu adik aku,” kata Shin.
     “Apa? Yang bener?” kataku dengan sangat terkejut.
     “Bener! Lagian orang yang kusuka gak ada di deket rumah,” kata Shin. “Trus di mana?” tanyaku.
     “Sebenernya sih ada di sekolah,” kata Shin.
     “Ha? Jadi kamu bohong!” kataku terkejut.
     “Ya… habis mau gimana lagi? Nanti kamu malah nyari tahu soal dia,” kata Shin.
     “Ih! Kok kamu jahat sama aku?” kataku ketus.
     “Kamu marah ya?” tanya Shin.
     “Marah banget!” kataku. “Aku ini kan temen sebangkumu. Masa kamu gak percaya sama aku,”
     “Maaf deh kalau gitu! Sebagai gantinya, mau gak kamu jadi pacarku?” kata Shin.
Aku terkejut mendengar perkataan Shin.
     “What? Tadi kamu ngomong apa?” tanyaku.
     “Mau gak jadi pacarku,” kata Shin memperjelas.
     “Udah deh! Gak usah bercanda lagi. Gak lucu tau!” kataku.
     “Ini serius!” kata Shin. “Sebenernya orang yang aku suka itu kamu,”
     Aku sangat terkejut mendengarnya. Apakah ini mimpi? Tapi aku yakin sedang terbangun. Oh My God! Kok bisa gini?
     “Sebenernya, waktu kamu tanya soal orang yang aku sukai, secara tak langsung aku sudah menyatakan perasaanku padamu,” kata Shin.
     “Jadi… orang yang selama ini kamu sukai adalah aku!” seruku.
     “Benar! Jadi apa kamu mau menerimaku sebagai cowokmu?” tanya Shin dengan tatapan yang serius.
     Aduh! Bagaimana ini? Apa yang harus aku jawab? Mana mungkin aku menyakiti perasaan Angel. Tapi aku juga tidak bisa menolak Shin begitu saja.
     “Lihat nanti deh! Aku fikir-fikir dulu,” kataku.
      Kami pun melanjutkan pekerjaan  bersama-sama tanpa membicarakan perasaan Shin. Sepulangnya dari sana, aku langsung pergi ke rumah Yuka. Aku ingin menanyakan apa yang harus aku lakukan. Dan setibanya di sana, aku langsung mengetuk pintu. Tak lama, seseorang membukakan pintu. Ternyata itu adalah Yuka.
     “Lho! Kok kamu di sini? Gak belajar kelompok?” tanya Yuka. “Udahan!” kataku.
     “Keren banget! Ya udah kalau begitu masuk dulu deh!” ajak Yuka.
     Lalu aku dan Yuka masuk dan duduk di sofa. “Sebenernya ada masalah apa? Kok tumbenan?” tanya Yuka.
     “Hm… tapi aku mohon, jangan bilang-bilang pada Angel,” kataku.
     “Iya! Memang ada apa sih?” tanya Yuka.
     “Hm… sebenernya ini tentang Shin,” kataku memulai pembicaraan. “Kamu masih ingat kan apa yang aku katakan pada kalian mengenai orang yang Shin suka!”
     “Yang disuka? Inget! Emang kenapa?” tanya Yuka. “Tau gak siapa orangnya?” kataku.
     “Ya nggak lah!” kata Yuka.
     “Ternyata… orangnya itu… aku,” kataku.
     “Ha? Apa? Serius kamu?” seru Yuka terkejut.
     “Beneran! Aku juga baru tau tadi,” kataku. “Pas kerja kelompok tadi, aku ditembak Shin. Aku bingung mau jawab apa. Nanti kalau aku jawab ya, bisa-bisa Angel marah. Tapi kalau aku gak jawab ya, Shin yang marah,” kataku menjelaskan.
     “Terima aja!” kata Angel yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.
     “Angel? Kamu masih di sini?” seruku terkejut.
     “Udah! Mendingan kamu terima aja Shin. Aku gak keberatan kok!” kata Angel.
     “Tapi kan kamu…” kataku terpotong.
     “Mayu, aku kan udah punya Andre. Masa iya sih aku mau ngelarang kamu pacaran sama Shin!” kata Angel. “Lagian aku udah gak punya perasaan apa-apa sama Shin,”
      “Benar! Kamu itu adalah orang yang sangat beruntung. Kamu bisa mendapatkan Shin yang terkenal diidam-idami para wanita,” kata Yuka. “Kamu masih inget gak perkataanku? Hanya orang bodoh yang nolak Shin,”
      “Aku fikir-fikir lagi deh!” kataku. “Kalau gitu aku pulang dulu ya!”
     Aku meninggalkan rumah Yuka dan pulang sebelum malam menjelang. Aku memikirkan kembali perkataan Yuka dan Angel. Benar yang mereka katakan. Tidak ada wanita yang dapat menolak Shin. Namun aku tetap tidak bisa menerima Shin begitu saja.
     Akhirnya, keesokan harinya, tepatnya hari Sabtu, aku pergi menemui Shin di bukit bunga. Setibanya di sana, ternyata Shin sudah menunggu.
     “Udah lama nunggu ya!” kataku sambil menghampiri Shin. “Maaf ya, aku telat,”
     “Sebenernya kamu kenapa ngajak aku ke sini?” tanya Shin.
     “Ini mengenai pernyataanmu kemarin,” kataku. “Sebelumnya, aku ingin meminta maaf. Aku gak bisa nerima kamu gitu aja!”
     “Oh… begitu! Gak papa kok kalau kamu gak mau. Aku tau kamu pasti nolak aku,” kata Shin.
     “Ha? Siapa yang nolak?” seruku.
     “Lalu apa maksudmu dengan perkataanmu barusan?” tanya Shin.
     “Kalau kamu ingin aku termia, kamu harus mengatakan I LOVE YOU,” kataku.
     “Oke! Siap ya!” kata Shin dan terdiam sejenak. “I LOVE YOU ,Mayu!” ucapnya dengan tegas.
     Sejak itulah aku dan Shin menjalani hari-hari sebagai sepasang kekasih. Aku harap, hubungan kami akan terus berjalan hingga akhir hayat.

No comments: