Dalam syariah Islam, air adalah
benda yang istimewa dan punya kedudukan khusus karena air menjadi media utama
untuk melakukan ibadah berthaharah. Air berfungsi untuk menghilangkan najis dan
hadats.
Meskipun benda lain dapat
dijadikan sebagai media bertaharah, tetapi air tetaplah media yang utama.
Seperti contoh adalah tanah. Tanah dapat berfungsi untuk menghilangkan najis,
tetapi, tetaplah media utamanya air. Karena kalau tidak pakai air, tanah tidak
dapat digunakan untuk bertaharah.
Dalam kehidupan sehari-hari,
kita dapat mengambil contoh ketika sedang hendak menghilangkan najis berat
seperti liur anjing. Untuk menghilangkannya, kita dapat membasuhnya dengan air
sebanyak 7 kali dan salah satunya dicampur dengan tanah. Selain itu, kita dapat
mengambil contoh lain seperti menggunakan debu untuk bertayamum. Kita memang
diperbolehkan untuk bertayamum. Tetapi selama masih ada air, tayamum masih
belum dikerjakan. Oleh karena itu, air memiliki kaitan yang erat dengan materi
thaharah.
JENIS-JENIS
AIR:
1.
Air Mutlaq (Thahir
Muthahir)
Air mutlaq adalah keadaan air yang
belum mengalami proses apapun. Air itu masih asli, dalam arti belum digunakan
untuk bersuci, tidak tercampur benda suci, dan tidak tercampur benda najis. Air
mutlaq ini hukumnya suci dan sah digunakan untuk berthaharah, seperti: berwudhu
dan mandi janabah. Tidak semua air suci boleh digunakan untuk bersuci. Tetapi,
setiap air yang menyucikan, pastilah air yang suci hukumnya.
Air yang termasuk dalam kelompok air
mutlaq adalah:
·
Air Hujan (disebutkan dalam Q.S. Al-Anfal: 11
dan Q.S. Al-Furqon: 48)
·
Air Salju dan Air Embun
terdapat dalam dalil:
Dari Abi Hurairah r.a bahwa Rasuluullah SAW bersabda ketika ditanya bacaan
apa yang diucapkan antara takbir dan Al- Fatihah, beliau menjawab, “Ya Allah,
jauhkan aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara
Timur dan Barat. Ya Allah, sucikan aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana
pakaian dibersihkan. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan
salju, air, dan embun”. (HR. Bukhori 744, Muslim 597, Abu Daud 781 dan Nasai
60)
·
Air Sumur dan Mata Air
terdapat dalam dalil:
Dari Abi Said Al-Khudhri r.a berkata bahwa seorang bertanya, “Ya
Rasulullah, apakah kami boleh berwudhu dari sumur Budho’ah? Padahal sumur itu
yang digunakan oleh wanita yang haidh, dibuang ke dalamnya daging anjing dan
benda yang busuk”. Rasulullah SAW menjawab, “Air itu suci dan tidak dinajiskan
oleh sesuatu”. (HR. Abu Daud 66, At-Tirmizy 66, An-Nasai 325, Ahmad 3/31-87,
Al-Imam Asy-Syafi’I 35)
·
Air Laut terdapat dalam
dalil:
Dari Abi Hurairah r.a berkata bahwa ada seorang bertanya kepada Rasulullah
SAW, “Ya Rasulullah, kami mengarungi lautan dan hanya membawa sedikit air.
Kalau kami gunakan untuk berwudhu, pastilah kami kehausan. Bolehkah kami berwudhu
dengan air laut?”. Rasulullah SAW menjawab, “(Laut) itu suci airnya dan halal
bangkainya. (HR. Abu Daud 83, At-Tirmizi 79, Ibnu Majah 386, An-Nasai 59, Malik
1/22).
·
Air Sungai
2.
Air Musta’mal
Air musta’mal adalah aiar yang telah
digunakan untuk bersuci. Air musta’mal dapat berupa air yang menetes dari sisa
bekas air wudhu, atau juga sisa bekas mandi janabah. Kata musta’mal berasal
dari kata ista’mala-yasta’milu yang bermakna menggunakan atau memakai.
Dari Abi Hurairah r.a berkata bahwa
Rasulullah bersabda, ”Janganlah sekali-sekali seorang kamu mandi di air yang
diam dalam keadaan junub,”. (HR. Muslim)
“Janganlah sekali-kali seorang kamu
kencing di air yang diam tidak mengalir, kemudian dia mandi di dalam air itu,”.
(Riwayat Muslim)
“Mandi di air itu,”. (Dalam riwayat Abu
Hurairah
“Janganlah mandi janabah di dalam air
itu,”. (HR Muslim)
3.
Air Mutanajjis
Air mutanajjis adalah air
yang tercampur dengan barang atau benda yang najis. Air mutanajjis bisa
memiliki 2 kemungkinan hukum, yaitu: bisa ikut menjadi najis atau tidak menjadi
najis.
Pada air yang volumenya
sedikit, seperti air di dalam bak mandi, tentunya bila tercampur dengan bangkai
anjing, kita akan menyatakan bahwa itu air mutanajjis. Tetapi jika bangkai
anjing masuk ke dalam danau yang luas, belum tentu semua air di danau itu
tergolong mutanajjis. Kita harus membandingkannya terlebih dahulu antara volume
bangkai dengan volume air di dalam danau. Oleh karena itu, para ulama membuat
indikator kenajisan sbb:
·
Aroma
Bila
dari air itu tercium aroma yang tidak sedap, maka air itu tergolong mutanajjis.
Sedangkan bila dari air itu tidak tercium aroma apapun, maka air itu tidak
tergolong mutanajjis dan dapat digunakan untuk bersuci.
·
Warna
Bila
air itu sudah berubah warna dan tidak bening lagi, maka air itu tergolong
mutanajjis. Sedangkan bila air itu tidak berubah warna, maka air itu masih
dapat digunakan untuk bersuci.
·
Rasa
Bila air itu memiliki
suatu rasa, maka air itu tergolong mutanajjis. Sedangkan bila air itu tidak
berasa, maka air itu masih dapat diguanakan untuk bersuci.
4.
Air suci yang tercampur
dengan benda yang suci (Thahir Gairu Muthahir).
Air yang tercampur dengan benda yang
suci hukumnya suci dan dapat menyucikan bila karakteristik air itu masih
melekat padanya, seperti: air sabun, air yang tercampur dengan kapur barus,
dll. Namun jika karakter air tersebut sudah hilang, maka air itu hukumnya suci
tapi tidak menyucikan. Air semacam ini misalnya air susu, air teh, dll.
No comments:
Post a Comment