Sunday, October 21, 2012

Thaharah



                Dalam syariah Islam, air adalah benda yang istimewa dan punya kedudukan khusus karena air menjadi media utama untuk melakukan ibadah berthaharah. Air berfungsi untuk menghilangkan najis dan hadats.
                Meskipun benda lain dapat dijadikan sebagai media bertaharah, tetapi air tetaplah media yang utama. Seperti contoh adalah tanah. Tanah dapat berfungsi untuk menghilangkan najis, tetapi, tetaplah media utamanya air. Karena kalau tidak pakai air, tanah tidak dapat digunakan untuk bertaharah.
                Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat mengambil contoh ketika sedang hendak menghilangkan najis berat seperti liur anjing. Untuk menghilangkannya, kita dapat membasuhnya dengan air sebanyak 7 kali dan salah satunya dicampur dengan tanah. Selain itu, kita dapat mengambil contoh lain seperti menggunakan debu untuk bertayamum. Kita memang diperbolehkan untuk bertayamum. Tetapi selama masih ada air, tayamum masih belum dikerjakan. Oleh karena itu, air memiliki kaitan yang erat dengan materi thaharah.

JENIS-JENIS AIR:
1.       Air Mutlaq (Thahir Muthahir)
Air mutlaq adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu masih asli, dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tercampur benda suci, dan tidak tercampur benda najis. Air mutlaq ini hukumnya suci dan sah digunakan untuk berthaharah, seperti: berwudhu dan mandi janabah. Tidak semua air suci boleh digunakan untuk bersuci. Tetapi, setiap air yang menyucikan, pastilah air yang suci hukumnya.
Air yang termasuk dalam kelompok air mutlaq adalah:
·          Air Hujan (disebutkan dalam Q.S. Al-Anfal: 11 dan Q.S. Al-Furqon: 48)
·         Air Salju dan Air Embun terdapat dalam dalil:
Dari Abi Hurairah r.a bahwa Rasuluullah SAW bersabda ketika ditanya bacaan apa yang diucapkan antara takbir dan Al- Fatihah, beliau menjawab, “Ya Allah, jauhkan aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah, sucikan aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana pakaian dibersihkan. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan embun”. (HR. Bukhori 744, Muslim 597, Abu Daud 781 dan Nasai 60)
·         Air Sumur dan Mata Air terdapat dalam dalil:
Dari Abi Said Al-Khudhri r.a berkata bahwa seorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kami boleh berwudhu dari sumur Budho’ah? Padahal sumur itu yang digunakan oleh wanita yang haidh, dibuang ke dalamnya daging anjing dan benda yang busuk”. Rasulullah SAW menjawab, “Air itu suci dan tidak dinajiskan oleh sesuatu”. (HR. Abu Daud 66, At-Tirmizy 66, An-Nasai 325, Ahmad 3/31-87, Al-Imam Asy-Syafi’I 35)
·         Air Laut terdapat dalam dalil:
Dari Abi Hurairah r.a berkata bahwa ada seorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, kami mengarungi lautan dan hanya membawa sedikit air. Kalau kami gunakan untuk berwudhu, pastilah kami kehausan. Bolehkah kami berwudhu dengan air laut?”. Rasulullah SAW menjawab, “(Laut) itu suci airnya dan halal bangkainya. (HR. Abu Daud 83, At-Tirmizi 79, Ibnu Majah 386, An-Nasai 59, Malik 1/22).
·         Air Sungai
2.       Air Musta’mal
Air musta’mal adalah aiar yang telah digunakan untuk bersuci. Air musta’mal dapat berupa air yang menetes dari sisa bekas air wudhu, atau juga sisa bekas mandi janabah. Kata musta’mal berasal dari kata ista’mala-yasta’milu yang bermakna menggunakan atau memakai.
Dari Abi Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah bersabda, ”Janganlah sekali-sekali seorang kamu mandi di air yang diam dalam keadaan junub,”. (HR. Muslim)
“Janganlah sekali-kali seorang kamu kencing di air yang diam tidak mengalir, kemudian dia mandi di dalam air itu,”. (Riwayat Muslim)
“Mandi di air itu,”. (Dalam riwayat Abu Hurairah
“Janganlah mandi janabah di dalam air itu,”. (HR Muslim)
3.       Air Mutanajjis
Air mutanajjis adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang najis. Air mutanajjis bisa memiliki 2 kemungkinan hukum, yaitu: bisa ikut menjadi najis atau tidak menjadi najis.
Pada air yang volumenya sedikit, seperti air di dalam bak mandi, tentunya bila tercampur dengan bangkai anjing, kita akan menyatakan bahwa itu air mutanajjis. Tetapi jika bangkai anjing masuk ke dalam danau yang luas, belum tentu semua air di danau itu tergolong mutanajjis. Kita harus membandingkannya terlebih dahulu antara volume bangkai dengan volume air di dalam danau. Oleh karena itu, para ulama membuat indikator kenajisan sbb:
·         Aroma
Bila dari air itu tercium aroma yang tidak sedap, maka air itu tergolong mutanajjis. Sedangkan bila dari air itu tidak tercium aroma apapun, maka air itu tidak tergolong mutanajjis dan dapat digunakan untuk bersuci.
·         Warna
Bila air itu sudah berubah warna dan tidak bening lagi, maka air itu tergolong mutanajjis. Sedangkan bila air itu tidak berubah warna, maka air itu masih dapat digunakan untuk bersuci.
·         Rasa
Bila air itu memiliki suatu rasa, maka air itu tergolong mutanajjis. Sedangkan bila air itu tidak berasa, maka air itu masih dapat diguanakan untuk bersuci.
4.       Air suci yang tercampur dengan benda yang suci (Thahir Gairu Muthahir).
Air yang tercampur dengan benda yang suci hukumnya suci dan dapat menyucikan bila karakteristik air itu masih melekat padanya, seperti: air sabun, air yang tercampur dengan kapur barus, dll. Namun jika karakter air tersebut sudah hilang, maka air itu hukumnya suci tapi tidak menyucikan. Air semacam ini misalnya air susu, air teh, dll. 

No comments: