Akhirnya
hari Jum’at tiba. Pagi-pagi sekali aku mendapat SMS undangan nobar. Dan tak
lama kemudian teman sekelompokku, Lusi, mengajakku untuk inut nobar.
“Emang
beneran wajib?” tanyaku.
“Ya…
gak juga sih! Tapi ntar gue gak ada temen ke rumah Sherin,” ujar Lusi.
“Yah…
tapi rambutku masih basah. Baru aja keramas,”
“Ayo
dong! Please… gue takut nyasar,”
“Aku
juga gak tau rumahnya dimana. Kalo bareng aku jatohnya juga sama aja!”
“Tapi
paling nggak, nyasarnya bareng-bareng,”
“Ye…
malah ngedo’ain. Ya udah, liat nanti aja!”
Aku
pun mengganti pakaian dan bersiap-siap pergi. Namun aku masih merasa ragu.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9. Sedangkan nobar dimulai jam 9. Sudah pasti aku
telat untuk tiba di sana. Terlebih lagi aku tidak tau alamat rumah temanku.
Kalau nyasar, bisa-bisa 2 jam lebih nyampenya.
Tapi,
aku mulai memikirkan kemungkinan lain. Jikalau aku tidak dapat ikut nobar,
mungkin aku bisa ke toko buku dan membeli beberapa. Akhirnya aku memutuskan
untuk berangkat saat itu juga.
Sudah
hampir satu jam aku duduk di angkot. Jalan yang macet semakin menghambatku
untuk cepat-cepat tiba di rumah temanku. Dan ketika tiba di pasar, temanku
mengirimkan SMS.
“Udah
ada di mana?” tanya Ais.
“Di
pasar. Macet banget,” ujarku.
“Yah…
kita udah mau berangkat nih! Nanti nyusul aja ya, naik 02,”
“Oke.
Turun dimana?”
“Di
jalan lele 4. Abangnya tau kok!”
“Sip…”
Selang
beberapa menit, tibalah aku di ITC. Ternyata, teman-temanku masih ada di seberang
jalan. Namun aku agak bingung. Lewat mana nyebrangnya? Gak ada Zebra cross.
Akhirnya aku melihat-lihat keadaan sekitar. Ternyata ada sebuah jembatan
penyebrangan 500 m di sebelah kanan. Tapi setelah berfikir lagi, lebih baik aku
langsung menyebrang daripada harus jauh-jauh pergi ke jembatan penyebrangan
jalan.
Aku
pun nekat menyebrangi jalan yang cukup ramai dan lebar. Dan akhirnya aku tiba
di tempat teman-temanku.
“Wes…
akhirnya sampe juga,” ucap Ais.
“Julie
gila juga! Nekat aja nyebrangnya,” tambah Dina.
“Abisan,
jembatan penyebrangannya jauh,” ucapku.
“Langsung
naik aja yuk! Angkotnya udah mau dateng,” kata Tikah.
Kami
pun naik angkot dan pergi menuju rumah Asti. Setelah 30 menit perjalanan, kami
pun tiba di gang rumah Asti.
Aku
berjalan bersama dengan Tikah. Awalnya kami hanya saling berdiam. Namun Tikah
mulai berbicara memecah suasana.
“Kamu
gak jadi keluar bareng keluarga?” tanyanya.
“Gak.
Lagian kamu bilang hari ini ada rapat. Akhirnya aku belain gak ikut. Tapi
ternyata gak jadi rapatnya,” ucapku.
Namun
setelah itu tak terdengar suara baik dariku maupun darinya. Walaupun berjalan
beriringan, kami hanya terdiam dan tak saling bicara,
Setibanya
di rumah Asti, kami duduk di sofa sambil mempersiapkan film yang akan ditonton.
“Kamu
hari ini kurang sehat ya?” tanya Sissy yang duduk di sebelahku.
“Iya.
Kayaknya mau pilek. Pusing pula,” ucapku.
“Trus
kenapa dateng?” tanya Sissy heran.
“Di
rumah sepi. Lagian Lusi minta ditemenin. Ya, udahlah! Dateng aja,” ucapku.
Seperti
rencana sebelumnya, setelah kaset terpasang, kami pun menontonnya.
Tak
terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang.
“Li,
kita berangkat jam berapa?” tanya Lusi.
“Abis
shalat Dzuhur aja,” ujarku.
“Emang
mau pergi ke mana?” tanya Sissy.
“Ke
rumah Sherin. Latihan drama,” ujarku.
“Rajin
banget. Gue aja baru latihan hari minggu,” ucap Izzie.
“Ya…
pada sempet hari ini,” ucapku.
Setelah
pukul 13.00, kami menunaikan ibadah shalat Dzuhur. Dan setelah shalat, kedua
orang tua Asti menawarkan kami untuk makan siang. Akhirnya, kami memesan bakso
malang dan memakannya hingga habis.
Kami
tau, kalau latihan dimulai pukul 13.00. tapi aku da Lusi tidak mampu menahan
perut yang kosong. Dan setelah pukul 13.30 kami memutuskan untuk pergi ke rumah
Sherin. Ternyata perjalanan cukup lama hingga akhirnya kami tiba di rumah
Sherin pukul 14.30.
Setelah
sampai, kami memulai latihan sesuai peran. Satu jam kemudian Meisya datang
bersama Adit.
“Dari
mana aja, Bu?” tanya Lia.
“Gue
nyasar tadi,” ujar Adit.
“Lah!
Lo bilang, lo tau!” seru Olivia.
“Kaga
tau, Liv! Lo salah denger,” ujar Adit.
“Lah,
kan tadi udah gue SMS alamatnya,” ucap Olivia.
“Jangan-jangan
lo SMS ke nomer yang gue pake! Itu mah nomernya mbak-mbak alfamart,” ujar Adit.
Mendengar
perkataan Adit, kami semua tertawa.
“Mbak
Alfamart? Kok bisa?” tanya Lia.
“Nomer
gua gak bisa buat SMS. Jadi, gue pinjem aja!” ucap Adit.
“Ya,
telfon lah!” seru Lia menanggapi.
“Nelfon
juga gak bisa,” ucap Adit.
“Lah!
Buat apa lo punya hape kalo gak bisa buat nelfon sama SMS?” ujar Sherin
menanggapi.
“Ya,
buat nerima aja. Tapi untungnya tadi ketemu Meisya. Setidaknya gue tertolong,”
ucap Adit.
“Awalnya
tuh gue bingung. Perasaan gue baru aja nelfon Sherin alamatnya. Tau-tau gue
ketemu Adit. Gue bingung, kok Adit cepet banget jemput gue. Gak taunya dia
nyasar,” kata Meisya.
“Ya
ampun… bisa aja ya! Ya udah deh, mending kita latihan lagi,” ucap Sherin.
Kami
pun melanjutkan latihan. Dan akhirnya kami mengakhiri latihan yang belum
selesai pada pukul 19.15 WIB.
No comments:
Post a Comment